javascript:;Ceritanya, si bete, bosen, jenuh dan teman-temannya lagi menghampiri gw. biasalah korban kegalauan hati (ce elah kayak anak zaman now aja yah, padahal mah,,,,,,). tengah malem abis mewek-mewekan via telp ke salah seorang temen @RoiTambunan (gw sih manggilnya tulang).
dan dia langsung bilang, kayaknya lo butuh refresing deh ayo kita nanjak aja, lo pengen kan ke Papandayan ? ayo gw temenin tapi tek tok aja kita yah, gak usah camping, katanya. dan yang langsung gw ia kan. oke lang, cus lah.

Hari H, kami akhirnya berangkat ber 5. gw, Merlin, tulang Roi, Ito Gondut (Roy) dan satu lagi lupa gw namanya,,,, maklum masih muda jadi pikunan hahaha

Berangkat jam 11 malam dari rumah gw menuju Garut. dan berharap pulang dari sana otak kembali fres dan klo kata tulang Roi, pokok abis dari Papandayan lo harus ngelupain masalah lo yah jangan diinget-inget lagi. dan gw hanya bisa meng Amin kan. 

Jam 6 subuh kita udah sampe di Gapura Gunung Papandayan. begitu keluar dari mobil udara dingin dan sejuk menjalar ke seluruh tubuh sampe menggigil. pelan tapi pasti mulai bisa menikmati udara sejuk ini, tarik nafas dalam - dalam dan berharap begitu menghembuskan kembali semua kegalauan ikut keluar dari tubuh ini (eeeeaaaaaa).





Sebelum mulai pendakian kita berdoa dulu, dan si tulang menghimbau kita kesini bukan untuk menaklukan gunung yah jadi jangan dipaksain. kalo ada yang gak kuat bilang aja karna kita gak menargetkan puncak kita sampe ke hutan mati aja. oke ???

dan kita berempat meng ia kan.

perjalanan dimulai

Sedari awal, rencana kami mendaki Gunung Papandayan adalah untuk menikmati proses pendakiannya dan menikmati suasana di Hutan Mati.
Siang hari setelah kurang-lebih dua jam mendaki, kami pun tiba di Hutan Mati, Gunung Papandayan.

Serunya Menembus Kabut di Hutan Mati, Gunung Papandayan Garut, Jawa Barat

selangkah demi selangkah kami meneruskan perjalanan, nafas ngos ngos an, baru juga melangkah 10 kali udah minta istirahat lagi. ini mah kayaknya faktor U, padahal 5 tahun lalu ke gunung Cikuray sanggup sampe puncak.
Setelah melewati satu tanjakan yang cukup curam, di mana di sisi kiri terdapat jurang, kami pun tiba di kawasan Hutan Mati. Sesuai namanya, kawasan ini dipenuhi dengan pepohonan yang sudah tinggal batang dan ranting.

Vegetasi hijau-hijauan tak lagi terlihat bertengger di atas ranting-ranting tersebut. Namun beberapa spot di sekitarnya mulai dipenuhi tunas-tunas baru.

Begitu memasuki kawasan Hutan Mati ini, suasana mencekam langsung menyelimuti. Apalagi kala itu, hanya kami berlima saja yang berada di lokasi tersebut.

Suasana semakin mencekam manakala kabut turun memenuhi area dan membuat jarak pandang jadi memendek.

Dan suasana seperti itulah yang kami harapkan bisa kami nikmati di Hutan Mati Gunung Papandayan.









Kami semua senang dengan suasana yang ditawarkan Hutan Mati. Meski kabut sempat menutup, tak lama berselang, suasana kembali cerah, dan selanjutnya kabut kembali turun.

Kondisi seperti itu bukanlah sesuatu yang janggal di kawasan ini, justru saat-saat seperti itulah yang ingin dinikmati oleh para pendaki.

Asalkan, jangan sampai diganggu oleh turunnya hujan karena mencari tempat berteduh bukanlah sesuatu yang gampang kalau di sana.

Dan sayangnya, meski sempat mendaki hingga mendekati Puncak Gunung Papandayan, kami gagal bertemu dengan hamparan Bunga Edelweiss di Tegal Alun.

Tak lama kemudian, demi mengejar waktu untuk kembali ke Bandung, kami pun bersiap-siap berjalan menuruni Gunung Papandayan. Jalur pulang dan jalur mendaki sama

Tak lupa kami juga menyempatkan diri untuk berfoto ria sembari terus menikmati momen keberadaan kami di sana.

Setelah melakukan pendakian dari pagi menjelang siang, kami pun tiba sore hari di basecamp dan lanjut pulang.

sampai jumpa Gn. Papandayan








0 Comments